Cari Blog Ini

Selasa, 12 Januari 2010

Hukum Dasar Berkeluarga



• Kalau seseorang sudah menikah, apalagi sudah punya anak, maka proses sukses tidaknya karir dan kehidupannya dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi di dalam kehidupan rumah tangga dan keluarganya. Bila dinamikanya bagus, maka karir dan kehidupannya di luar rumah pasti juga ikut bagus. Setidaknya hal itu meratakan jalan baginya untuk mencapai sukses baik dalam karir, maupun kehidupannya secara luas.
• Banyak orang mencurahkan perhatian pada peningkatan mutu individu dengan meninggalkan pandangan bahwa dinamika seseorang itu tidak bisa dilepaskan dari dinamika yang berlangsung di dalam keluarganya. Mereka menciptakan berbagai pelatihan berdasarkan individu yang terpisah dari situasi keluarga. Menurut saya, pelatihan semacam itu tidak akan sempurna, bahkan hanya membawa kegagalan baru bagi individu tersebut. Tidakkah kita ketahui, semangat dan kejernihan pikiran yang menjadi pra kondisi kesuksesan seseorang, seringkali dipengaruhi oleh situasi yang terjadi di dalam keluarganya.
• Setelah seseorang menikah, hendaknya ia mengubah caranya bekerja dan mengambil keputusan: dari otokratik menjadi kolaboratif plus musyawarah. Apabila hal ini diabaikan, hanya akan membuat dirinya susah di kemudian hari. Satu saja, seorang yang otokratik, tanpa melibatkan istri dalam pengambilan keputusan, selain membuat istri semakin tergantung padanya, juga bagaimana jadinya masa depan keluarga apabila dia mati. Apakah istri semacam itu tidak kalangkabut. Lalu bagaimana dengan konsep suami adalah pemimpin keluarga? Tidak ada masalah yang ditekankan adalah proses dalam pengambil keputusan. Jadi, para suami tidak perlu hawatir soal posisi mereka sebagai pemimpin. Dan bagaimana dengan konsep divisi (pembagian tugas)? Itu pun tidak masalah. Pembagian tugas tidaklah harus diterapkan secara kaku: sehingga suami tidak mau ke “dapur”. Itu tidak benar.